SERUNYA WORKSHOP TARI UNIVERSITAS NEGERI MEDAN DI FBS UNY

Belajar adalah kewajiban manusia untuk memperkaya pengetahuan dan meningkatkan kualitas diri. Agar semakin khazanah yang dimiliki, sudah sewajarnya antarmanusia bertukar pikiran supaya terjalin timbal balik yang bermanfaat. Inilah yang menginspirasi Universitas Negeri Medan (Unimed) untuk mengadakan kunjungan ke Pendidikan Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) UNY Kamis lalu (19/3/2015). Kunjungan tersebut dikemas dalam bentuk workshop tari guna berlatih tari dari Yogyakarta dan Medan.

Workshop dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas tari dari Yogyakarta yang diikuti oleh tujuh mahasiswi Unimed dan tari dari Medan yang diikuti oleh kelas tari semester enam FBS UNY. Ketujuh mahasiswi Unimed tersebut belajar tari Nawung Sekar yang diampu secara langsung oleh dua mahasiswi Pendidikan Seni Tari UNY, yakni Mayong dan Wita. Bertempat di ruang sidang lantai 3 gedung Pusat Layanan Akademik (PLA) FBS, mereka mengikuti dengan sungguh-sungguh tiap arahan yang diberikan. Meski ini kali pertama mereka belajar tari dari Yogyakarta, mereka nampak antusias dalam berlatih.

Drs. Marwanto, M.Hum., dosen Pendidikan Seni Tari UNY, menerangkan bahwa pemilihan tari Nawung Sekar dalam workshop karena gerakannya yang dasar dan paling mudah. Untuk follow-up dari workshop tersebut, akan digelar pementasan pada malam harinya. Dari UNY akan tampil lima orang yang menari tari dari Medan. Kelima orang tersebut dipilih secara langsung oleh pelatih tari dari mahasiswi Unimed. Selain itu, para dosen dan mahasiswa Pendidikan Seni Tari dan Seni Musik akan mengadakan kunjungan ke Unimed pada 12—16 April mendatang.

Suasana yang tak kalah ramainya terasa di ruang praktikum Gedung Kuliah 5 (GK5). Gedung yang pembangunannya tengah dalam tahap penyelesaian tersebut menjadi ajang para mahasiswa-mahasiswi Pendidikan Seni Tari UNY belajar tari dari Medan. Sesi ini digawangi oleh Ceriati bersama dua rekannya melatih tari Cawan. Setiap peserta workshop dari UNY harus menari dengan menaruh tiga cawan di atas kepala mereka. Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena mereka harus menari dan menjaga keseimbangan. 

Inggit Prasetyawan, dosen pengampu mata kuliah koreografi, karya tari, dan apresiasi Unimed, menyatakan bahwa tari Cawan dipilih karena gerakannya yang paling sederhana. Tari tersebut merupakan hasil kreativitas mahasiswa bimbingannya dalam mata kuliah yang sama dan belum diujikan. “Tari ini berangkat dari falsafah hidup orang Batak yang harus dalam bentuk angka ganjil. Sehingga cawan yang digunakan pun harus dalam hitungan ganjil, seperti tiga, lima, dan tujuh. Tari dengan tiga cawan merupakan dasar dari tari Batak. Jika mereka sudah berani dengan tiga, akan ditambah gerakan-gerakan yang lebih enerjik,” terangnya.

Beliau nampak terkesima dengan semangat mahasiswa UNY dalam menerima dan mengikuti workshop. Alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tersebut berpesan untuk jangan berpikir berat dalam menari. Jika dipikir berat, maka gerak tubuh untuk menari pun terasa tidak enak. Kuncinya adalah untuk tetap bergerak tanpa berpikir cawannya jatuh. Jika timbul ketakutan cawan akan jatuh, maka fokus penari akan hilang yang mengakibatkan cawan bisa jatuh.

“Dalam menari, kita ikuti tempo. Hilangkan rasa ketakutan dan jangan dipikir. Kita bebaskan seperti menari tanpa properti. Pikir diri kita ringan saja,” pesannya. Beliau menyampaikan bahwa pelaksanaan workshop tersebut bertujuan agar berkembang wawasan mahasiswa untuk mengapresiasi. Selain itu, workshop tari diadakan sebagai bekal pengembangan tari Jawa yang diajarkan di Unimed. Kembali beliau berpesan bahwa kelebihan dan kekurangan masing-masing merupakan senjata untuk saling melengkapi.

Ditemui di sela-sela acara, Mayong menyampaikan rasa senangnya melatih rekan-rekan Unimed. “Mereka merasa kesulitan belajar untuk menirukan tari Yogya dan merasa susah karena gerakan jarinya yang lebih rumit. Kuncinya yang penting hafal. Teknik itu nomor kesekian. Yang penting hafal dengan cara belajar pelan-pelan,” pesannya.

Tak hanya Mayong, Ceriati juga merasakan hal yang sama. “Bangga karena mereka memberikan apresiasi yang sangat baik. Motivasinya sangat tinggi untuk belajar. Tetaplah mencintai kesenian negeri sendiri serta mau menghargai dan belajar kesenian lain, contohnya tari dari Medan ini,” tutur mahasiswi Pendidikan Seni Tari Unimed tersebut.

Tari-tari yang diajarkan dalam workshop dipentaskan pada malam hari di hari yang sama (19/3/2015). Stage Tari Tejokusumo menjadi saksi bisu riuh rendahnya pertemuan tari dari dua daerah. Selain tari Nawung Sekar dan tari Cawan, penonton akan disuguhkan tari Golek Ayun-Ayun untuk menyambut tamu. Tari tersebut dibawakan oleh mahasiswa Pendidikan Seni Tari UNY. Perwakilan mahasiswa Pendidikan Seni Tari Unimed akan menampilkan tari Beru Karo (Gadis Karo) dan tari Bunga Melun yang berangkat dari tari Japit Melayu.  (Zidnie)